Undang-Undang
N0. 52 Tahun 2009 menekankan bahwa
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga telah mengamanatkan perlunya
pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumberdaya yang tangguh
bagi pembangunan dan
ketahanan nasional. Mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan,
mengatur kehamilan ,
melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga berkualitas.
Keluarga berkualitas yang dimaksud adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat
maju, mandiri, memiliki
jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(BKKBN, 2011)
Tumbuh kembang merupakan proses yang
berkesinambungan yang terjadi sejak intra unterin dan terus berlangsung sampai
dewasa. Dalam proses dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh
kembang, termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah masa transisi antara masa
anak dan masa dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri – ciri seks,
tercapai fertilitas dan terjadi perubahan psikologik serta kognitif
(Soetjiningsih, 2010).
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang
penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai
bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat remajalah proses menjadi
manusia dewasa berlangsung. Pengalaman manis, pahit, sedih, gembira, lucu
bahkan menyakitkan mungkin akan dialami dalam rangka mencari jati diri.
Sayangnya, banyak diantara mereka yang tidak sadar bahwa beberapa pengalaman
yang tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa ingin tahu dari
para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat
lanjut dari suatu perbuatan. (Sarwono,
2011)
Apalagi keluarga yang kurang harmonis dan kurangnya komunikasi
dengan orang tua dapat menyebabkan seorang anak melakukan penyimpangan sosial
serta seks bebas yang melanggar nilai-nilai dan norma sosial. Ayah dan ibu mereka yang
memiliki kesibukan di luar rumah akan membuat anak-anak remaja semakin
menjadi-jadi, sehingga mereka merasa tidak diperdulikan lagi. Seperti
pengetahuan, sikap, kepribadian dan faktor eksternal remaja seperti lingkungan
tempat dirinya berada.
Banyak
lingkungan yang diminati remaja yang dianggap mempunyai daya tarik. Salah satu
lingkungan tersebut adalah lingkungan yang berisiko bagi masa depan remaja
yaitu relasi - relasi seksual tanpa ikatan. Tugas perkembangan masa remaja
menuntut perubahan besar antara lain mencapai hubungan baru dan yang lebih
matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria
dan wanita, mampu menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara
efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab,
mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa,
mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, juga
memperoleh nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk mengubah perilaku yang
ideologis.
Ternyata di satu pihak, ruang sekolah
merupakan satu segi masyarakat yang mampu bertindak memberikan Pendidikan Seks
kepada kaum remaja Indonesia dan ruang sekolah merupakan suatu lingkungan yang
memperkenalkan kaum remaja kepada masalah dan ‘bahayanya’ seks, dengan begitu
ruang sekolah mampu melindungi kaum remaja dari resiko ini dengan informasi.
Fakta-fakta ini memperkuatkan kebutuhan remaja untuk menerima Pendidikan Seks
yang mengajar informasi yang benar tentang seks.
Sex education sendiri
merupakan pendidikan pengetahuan yang berkaitan dengan fungsi organ reproduksi
dengan menjunjung tinggi aspek moral, etika, dan pondasi agama untuk
menghindari terjadinya “penyimpangan” organ reproduksi. Penerapan sex education ini dapat dilakukan sejak
dini, tepatnya di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP sampai SMA.
Di jenjang SMA, penerapan sex
education dilakukan dengan mengedepankan aspek nilai- nilai moral dan
kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan penyampaian oleh pihak terkait
langsung seperti dokter dan polisi, dengan tujuan agar mereka merasa yakin
bahwa betapa berbahayanya jika melakukan seks bebas. Tentu sanksi yanng
didapatkan akibat melakukan seks bebas harus disampaikan secara tegas
Sikap
mental yang tidak sehat membuat banyaknya remaja merasa bangga terhadap
pergaulan yang sebenarnya merupakan pergaulan yang tidak sepantasnya, tetapi
mereka tidak memahami karena daya pemahaman yang lemah. Dimana ketidakstabilan
emosi yang dipacu dengan penganiayaan emosi seperti pembentukan kepribadian
yang tidak sewajarnya dikarenakan tindakan keluarga ataupun orang tua yang
menolak, acuh tak acuh, menghukum, mengolok-olok, memaksakan kehendak, dan
mengajarkan yang salah tanpa dibekali dasar keimanan yang kuat bagi anak.
Seorang anak hendaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda 2 atau
3 tahun baik lebih tua darinya.
Hal
tersebut dikarenakan apabila seorang anak bergaul dengan teman yang tidak
sebaya yang hidupnya berbeda, sehingga dia pun bisa terpengaruh gaya hidupnya
yang mungkin belum saatnya untuk dia jalani. Pengawasan yang lebih terhadap
media komunikasi, seperti internet, handphone, dan lain-lain. Perlunya
bimbingan kepribadian bagi seorang anak agar dia mampu memilih dan membedakan
mana yang baik untuk dia maupun yang tidak baik. (Depkes RI, 2011).
Bersosialisasi merupakan salah satu
kebutuhan hidup manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam
kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui
suatu pergaulan. Ada banyak sebab remaja melakukan pergaulan bebas. Penyebab
tiap remaja mungkin berbeda tetapi semuanya berakar dari penyebab utama yaitu
kurangnya pendidiksn keluarga dalam pegangan hidup remaja dalam hal keyakinan
agama dan ketidakstabilan emosi remaja. Hal tersebut menyebabkan perilaku yang
tidak terkendali, seperti pergaulan bebas dan penggunaan narkoba yang berujung
kepada penyakit seperti HIV & AIDS ataupun kematian.
Sikap
mental yang tidak sehat membuat banyaknya remaja merasa bangga terhadap
pergaulan yang sebenarnya merupakan pergaulan yang tidak sepantasnya, tetapi
mereka tidak memahami karena daya pemahaman yang lemah. Dimana ketidakstabilan
emosi yang dipacu dengan penganiayaan emosi seperti pembentukan kepribadian
yang tidak sewajarnya dikarenakan tindakan keluarga ataupun orang tua yang
menolak, acuh tak acuh, menghukum, mengolok-olok, memaksakan kehendak, dan
mengajarkan yang salah tanpa dibekali dasar keimanan yang kuat bagi anak.
Seorang anak hendaknya bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda 2 atau
3 tahun baik lebih tua darinya.
Hal
tersebut dikarenakan apabila seorang anak bergaul dengan teman yang tidak
sebaya yang hidupnya berbeda, sehingga dia pun bisa terpengaruh gaya hidupnya
yang mungkin belum saatnya untuk dia jalani. Pengawasan yang lebih terhadap
media komunikasi, seperti internet, handphone, dan lain-lain. Perlunya
bimbingan kepribadian bagi seorang anak agar dia mampu memilih dan membedakan
mana yang baik untuk dia maupun yang tidak baik. (Depkes RI, 2011).
Alasan remaja melakukan tindakan negatif
sampai terjadi pergaulan bebas yaitu dipengaruhi oleh beberapa faktor internal remaja
faktor penyebab
seks bebas yang dialami remaja dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
faktor Internal. faktor internal atau lebih lazimnya dari dalam diri seseorang remaja itu. Keinginan untuk dimengerti lebih dari orang lain bisa menjadi penyebab remaja melakukan tindakan penyimpangan, sikap yang terlalu merendahkan diri sendiri atau selalu meninggikan diri sendiri, jika terlalu merendahkan diri sendiri orang remaja lebih mencari jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu dia beranggapan jika saya tidak begini saya bisa dianggap orang lain tidak gaul, tidak mengikuti perkembangan zaman.
faktor eksternal. faktor eksternal / faktor dari luar pribadi seseorang remaja.
faktor Internal. faktor internal atau lebih lazimnya dari dalam diri seseorang remaja itu. Keinginan untuk dimengerti lebih dari orang lain bisa menjadi penyebab remaja melakukan tindakan penyimpangan, sikap yang terlalu merendahkan diri sendiri atau selalu meninggikan diri sendiri, jika terlalu merendahkan diri sendiri orang remaja lebih mencari jalan pintas untuk menyelesaikan sesuatu dia beranggapan jika saya tidak begini saya bisa dianggap orang lain tidak gaul, tidak mengikuti perkembangan zaman.
faktor eksternal. faktor eksternal / faktor dari luar pribadi seseorang remaja.
Faktor paling terbesar memberi terjadinya prilaku menyimpang
seseorang remaja yaitu lingkungan dan sahabat. Seseorang sahabat yang sering
berkumpul bersama dalam satu geng, otomatis dia akan tertular oleh sikap dan
sifat kawannya tersebut. Kasih sayang dan perhatian orang tua tidak sepenuhnya
tercurahkan, membuat seorang anak tidak betah berada di dalam rumah tersebut,
mereka lebih senang untuk berada di luar bersama kawan-kawannya.
Menurut
WHO, 2011 memperkirakan ada 20 juta kejadian aborsi tidak aman di dunia, 9,5 % (19 dari 20 juta tindakan
aborsi tidak aman) diantaranya terjadi di negara berkembang. Sekitar 13 % dari
total perempuan yang melakukan aborsi tidak aman berakhir dengan kematian.
Resiko kematian akibat aborsi yang tidak aman di wilayah Asia diperkirakan 1
berbanding 3700 dibanding dengan aborsi. Diwilayah Asia Tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahun, dan sekitar 750.000
sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia, dimana 2.500 di antaranya berakhir dengan
kematian (Nuriiwiyati, 2012)
Data Riskesdas 2010
menunjukan bahwa prevalensi umur perkawinan pertama antara 15-19 tahun sebanyak
41,9 persen. Menurut SDKI Tahun 2007, 17 persen wanita yang saat ini berumur
45-49 tahun menikah pada umur 15 tahun, sedangkan proporsi wanita yang menikah
pada umur 15 tahun berkurang dari 9 persen untuk umur 30-34 tahun menjadi 4
persen untuk wanita umur 20-24 tahun. Menurut data Susenas Tahun 2010, secara
nasional rata-rata usia kawin pertama di Indonesia 19.70 tahun, rata-rata usia
kawin didaerah perkotaan 20.53 tahun dan di daerah perdesaan 18.94 tahun, masih
terdapat beberapa propinsi rata-rata umur kawin pertama perempuan dibawah angka
nasional. Data BPS tahun 2010, menunjukkan rata-rata perempuan di daerah
perkotaan menikah pada usia 20-22 tahun, hal ini disebabkan karena partisipasi
perempuan dalam karir dan pekerjaan sebelum perkawinan sehingga dapat menunda
usia perkawinan. (BKKBN, 2011)
Walaupun telah terjadi
sedikit peningkatan usia perkawinan pertama pada perempuan namun perlu mendapat
perhatian karena dapat memberikan dampak pada peningkatan TFR. Salah satu
program kependudukan yang dapat mengendalikan jumlah penduduk dan langsung
sasarannya terhadap perkawinan pertama pada perempuan adalah program
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). Program PUP ini adalah upaya untuk
meningkatkan usia perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat
perkawinan usia 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Program ini bisa
terlaksana dengan baik apabila semua pihak yang terkait mendukung. Salah satu
kendala dalam pelaksanaan program PUP di lapangan adalah belum direvisinya
Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 yang membolehkan perkawinan pada usia 16
tahun untuk wanita dan 18 tahun untuk pria. (BKKBN, 2011)
Dalam masalah ini
untuk menekan jumlah pelaku seks bebas terutama dikalangan remaja bukan hanya
membentengi diri mereka dengan unsur agama yang kuat, juga dibarengi dengan
pendamping orang tua dan selektivitas dalam memilih teman - teman. Karena ada kecendrungan remaja
lebih terbuka kepada teman dekatnya ketimbang orang tua mereka sendiri
(Soetjiningsih, 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar