Cari Blog Ini

Rabu, 05 Juni 2013

TB Paru dan DOTS



Tuberkulosis Paru
1.                  Definisi
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang Paru dan dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB Paru cepat mati apabila terkena sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup dalam beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Achmad,2008)
2.                  Gejala dan tanda TB Paru
Departemen kesehatan menyebutkan gejala dan tanda penyakit TB Paru BTA Positif adalah : a) gejala umum : nyeri dada, batuk  lebih dari tiga minggu atau lebih. b) gejala lain : nyeri dada batuk dahak atau dahak bercampur darah, keringat malam, demam lebih dari sebulan, sesak nafas, nafsu makan menurun dan berat badan menurun (Depkes, 2009).
3.                  Cara Penularan
Sumber penularan penyakit TB Paru dikarenakan oleh kuman yang berterbangan di udara dan ada juga yang jatuh pada lantai sehingga dapat terhirup oleh setiap orang, pada paru-paru kuman atau basil TB Paru akan bersarang dan basil berkembang biak juga menggerogoti Paru-paru (Depkes, 2009).
4.                  Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada penderita berstadium lanjut antara lain:
    1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersambungnya jalan nafas.
    2. Kolaps dari lobus akibat kontraksi bronkiat.
    3. Bronkiestasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan) jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktiti pada paru.
    4. Penyebaran infeksi organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
    5. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio pulmonery insuffiency) (WHO,2012)
5.                  Diagnosis
Bahwa seseorang ditetapkan sebagai penderita TB Paru apabila  melakukan serangkain pemeriksaan sebagai berikut : Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan cara yang paling dapat diandalkan  dan harus diupayakan tiga buah spesimen untuk pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan 3x dengan sesaat, pagi, sesaat (SPS)  paling baik dipastikan dengan hasil positif berikutnya
a)                  Pemeriksaan semua pasien dengan kronis khususnya batuk perokok atau batuk lebih dari 4 minggu, mereka yang turun berat badannya, nyeri dada dan lainnya yang mengakibatkan TB Paru.
b)                  Foto rontgen, pemeriksaan rontgen diperlukan bila pasien yang memiliki masalah-masalah yang sulit terutama para tersangka TB Paru yang positif HIV. Hal ini tidak dilakukan untuk kasus secara massal di negara-negara dengan prevalensi tinggi.
c)                  Tes tuberkulin, tes ini kurang dapat diandalkan dalam menegakan diagnosis di negara miskin karena gizi buruk, dan penyakit lain. Seperti infeksi HIV atau TB Paru yang sangat parah dapat menghasilkan tes yang lemah meskipun pasien dewasa atau anak berpenyakit TB Paru aktif. Tes  pada anak dapat berubah karena BCG (Muttaqin, 2010).  
6.                  Klasifikasi penyakit
Pada penyakit TB Paru dapat diklasifikasikan yaitu TB Paru dan TB ekstra paru. TB Paru merupakan batuk yang paling sering dijumpai dari semua penderita.
TB yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB Paru yang mudah tertular. TB ekstra Paru merupakan bentuk penyakit TB Paru yang menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat

2.                  Program Pemberantasan TB Paru
J    Tujuan Program
Tujuan jangka panjang : memutuskan rantai penularan sehingga penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Tujuan jangka pendek : a) tercapainya kesembuhan minimal 85% penderita baru BTA positif yang ditemukan, b) tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap hingga mencapai 70% dari semua penderita TB paru, c) tercapainya resistensi obat tuberkulosis di masyarakat, d) menanggulangi penderita akibat penyakit TB paru
J    Kebijakan Operasional
Penanggulangan TB paru di Indonesia dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai dengan keijakan Departemen Kesehatan. Penggulangan TB paru dilaksanakan oleh seluruh unit pelayanan kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit, Pemerintah dan swasta, BP4 serta praktik dokter swasta, politeknik umum, politeknik perusahaan dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu.
Peningkatan mutu pelayanan, penanggulangan obat rasional dan kombinasi obat sesuai dengan strategi DOTS. Target program adalah konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan sediaan dahak yang benar (angka kesalahan 5%). Pemeriksaan uji silang (cross check) secara rutin oleh Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) atau laboratorium rujukan yang ditunjuk untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu.
Penanggulangan TB paru nasional diberikan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) pada penderita secara Cuma-Cuma dan jaminan ketersediaannya. Pengembangan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi program untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program. Menggalang kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah dan swasta (Depkes, 2009).
J    Strategi
Strategi DOTS sesuai rekomendasi WHO, yaitu :
a.       Komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana.
b.      Diagnosis TB paru dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
c.       Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
d.      Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
e.       Pencatatan dan palaporan secara baku untuk memudahakan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB paru (WHO, 2012)

2.            Pengobatan Penyakit TB Paru
J    Tatalaksanaan Pengobatan TB Paru
Pengobatan diberikan dalam dua tahap, yaitu :
  1. Tahap Intensif (awal dimana pasien mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah kekebalan atau resistensi terhadap semua OAT (Obat Anti Tuberkulosis), terutama Rifampisin. Bila tahap ini diberikan secara tepat pasien menular menjadi tidak menular dalam waktu dua minggu. Sebagian besar TBC Paru BTA Positif (+) menjadi BTA Negatif (-) pada akhir pengobatan ini.
  2. Tahap lanjutan, pasien mendapat obat dalam jangka waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah kekambuhan. Tujuan dari pengobatan pasien TB paru adalah penyembuhan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan resiko penularan . Menyembuhkan pasien dengan gangguan semininal mungkin dalam hidupnya, mencegah kematian pada pasien, meencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait, mencegah kekambuhannya penyakit, mencegah kuman menjadi resisten dan melindungi kelurga dan masyarakat penderita terhadap infeksi .
Jenis obat yang digunakan dalam pemberantasan TB paru antara lain : Isoniasid (H), Rifampisin (R), Piranizamid, (Z), Streptomycine (S), dan Etambutol (E) (Depkes, 2008)
J    Program Obat Anti Tuberkulosis
Di Indonesia diterapkan panduan OAT sesuai rekomendasi WHO (World Health Organization) dan IUAT-LD (International Union Againts Tuberculosis and Lung Disease) dengan jangka 6 (enam) bulan yaitu :
Jenis obat : Isoniazid (H), Ripampisin ®, Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan stereptomicin (S).

Tahap Pengobatan
Lama Pengobatan
H
@
300
mg
R
@
450 mg
Z
@
1500
mg
E
@
250
mg
E
@
500
mg
S
Inj
(gr)
Jumlah obat
Kategori 1
Intensif (dosis harian)
2 bulan
1
1
3
3
-
-
60
Tahap lanjutan (3x seminggu)
4 bulan
2
1
-
-
-
-
54
Kategori 2 Intensif (dosis harian)
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75
-
60
30
Tahap lanjutan (3x seminggu)
5 bulan
2
1
-
1
2
-
66
Kategori 3 Intensif
(dosis harian)
2 bulan
1
1
3
-
-
-
60
Tahap lanjutan (3x seminggu)
4 bulan
2
1
-
-
-
-
54
Obat TB paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah dan dosis tepat selama 6-8 bulan semua kuman dapat terbunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya saat perut kosong dan habis dalam waktu 1 jam. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) dan diawasi. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan, penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Obat diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3) (WHO, 2011).
J    Pencegahan TB Paru
Dalam pencegahan penyakit TB paru dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. Cara pencegahan penularan penyakit TB adalah:
a.       Mengobati pasien TB Paru BTA positif, sebagai sumber penularan hingga sembuh, untuk memutuskan rantai penularan.
b.      Menganjurkan kepada penderita untuk menutup hidung dan mulut bila batuk dan bersin.
c.       Jika batuk berdahak, agar dahaknya ditampung dalam pot berisi lisol 5% atau dahaknya ditimbun dengan tanah.
d.      Tidak membuang dahak di lantai atau sembarang tempat.
e.       Meningkatkan kondisi perumahan danlingkungan.
f.       Penderita TB dianjurkan tidak satu kamar dengan keluarganya, terutama selama 2 bulan pengobatan pertama.
  1. Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit TB:
a.       Meningkatkan gizi.
b.      Memberikan imunisasi BCG pada bayi.
c.       Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang tidak mempunyai gejala TB tetapi mempunyai anggota keluarga yang menderita TB Paru BTA positif
J    Hasil Pengobatan
Hasil pengobatan diklasifikasikan antara lain:
a)      Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow - up) paling sedikit 2 (dua) berturut-turut hasilnya negatif.
b)      Pengobatan lengkap
Penderita yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif. Tindak lanjut : Penderita diberi tahu apabila muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan menikuti prosedur tetap.
c)      Pindah
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu Kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke Kabupaten ini dan penderita harus membawa surat pindah / rujukan (TB –09)
d)     Drop Out (DO)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA Positif
e)      Gagal
Penderita BTA Positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih dan penderita dengan hasil BTA Negatif Rontgen positif menjadi BTA Positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan
f)       Meninggal
Penderita TB paru yang diketahui meninggal karena sebab apapun (Zulkifli, 2008).
3.                  Pengendalian Penderita dan Penentuan Keberhasilan Pengobatan
Pengendalian pengobatan penderita dilaksanakan pada saat kunjungan penderita ke unit pelayanan kesehatan atau dengan kunjungan ke rumah penderita yang dilakukan oleh petugas kesehatan maupun petugas pengawas menelan obat (PMO).
DAFTAR PUSTAKA
ü  Achmad. (2012). Jurnal Tuberkolosis Indonesia. Jakarta : Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.
ü  Corwin, E. (2009). Buku saku Patologi Edisi 3. Jakarta : EGC.
ü  Darmanto. (2009). Respirologi ( Respiratory Medicine ). Jakarta : EGC.
ü  Depkes RI. (2008). Buku Petunjuk Praktis Bagi Petugas dan Pelaksana Penanggulangan TBC di Unit Pelayanan Kesehatan. Jakarta. Depkes.
ü  Muttaqin, A. (2010), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
ü  Parwati, Tuti, (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
ü  World Health Organization (WHO) .(2011). The Global Plan To Stop TB 2011–2015. Switzerland.
ü                                        .(2012). Electronic recording and reporting for tuberculosis care and control. Switzerland.
ü                                        .(2012). Global Tubercolosis Report 2012. Switzerland
ü                            .(2012). WHO policy on collaborative TB/HIV activities. Switzerland.
ü  Zulkifli , A dan  Asril Bahar, (2008). Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar