Tuberkulosis
Paru
1.
Definisi
TB
Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian
besar menyerang Paru dan dapat mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini
berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB Paru cepat mati
apabila terkena sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup dalam
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Achmad,2008)
2.
Gejala dan tanda TB Paru
Departemen kesehatan menyebutkan gejala dan tanda penyakit TB Paru
BTA Positif adalah : a) gejala umum : nyeri dada, batuk lebih dari tiga minggu atau lebih. b) gejala
lain : nyeri dada batuk dahak atau dahak bercampur darah, keringat malam, demam
lebih dari sebulan, sesak nafas, nafsu makan menurun dan berat badan menurun (Depkes, 2009).
3.
Cara Penularan
Sumber penularan penyakit TB Paru dikarenakan oleh kuman yang
berterbangan di udara dan ada juga yang jatuh pada lantai sehingga dapat terhirup
oleh setiap orang, pada paru-paru kuman atau basil TB Paru akan bersarang dan
basil berkembang biak juga menggerogoti Paru-paru (Depkes, 2009).
4.
Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada penderita
berstadium lanjut antara lain:
- Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersambungnya jalan nafas.
- Kolaps dari lobus akibat kontraksi bronkiat.
- Bronkiestasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan) jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktiti pada paru.
- Penyebaran infeksi organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
- Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio pulmonery insuffiency) (WHO,2012)
5.
Diagnosis
Bahwa seseorang ditetapkan sebagai penderita TB Paru apabila melakukan serangkain pemeriksaan sebagai
berikut : Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan cara yang paling dapat
diandalkan dan harus diupayakan tiga
buah spesimen untuk pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan 3x dengan sesaat, pagi,
sesaat (SPS) paling baik dipastikan dengan
hasil positif berikutnya
a)
Pemeriksaan semua pasien dengan
kronis khususnya batuk perokok atau batuk lebih dari 4 minggu, mereka yang
turun berat badannya, nyeri dada dan lainnya yang mengakibatkan TB Paru.
b)
Foto rontgen, pemeriksaan
rontgen diperlukan bila pasien yang memiliki masalah-masalah yang sulit
terutama para tersangka TB Paru yang positif HIV. Hal ini tidak dilakukan untuk
kasus secara massal di negara-negara dengan prevalensi tinggi.
c)
Tes tuberkulin, tes ini kurang dapat diandalkan dalam
menegakan diagnosis di negara miskin karena gizi buruk, dan penyakit lain.
Seperti infeksi HIV atau TB Paru yang sangat parah dapat menghasilkan tes yang
lemah meskipun pasien dewasa atau anak berpenyakit TB Paru aktif. Tes pada anak dapat berubah
karena BCG (Muttaqin, 2010).
6.
Klasifikasi penyakit
Pada penyakit TB Paru dapat diklasifikasikan yaitu TB Paru dan TB
ekstra paru. TB Paru merupakan batuk yang paling sering dijumpai dari semua
penderita.
TB yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk
dari TB Paru yang mudah tertular. TB ekstra Paru merupakan bentuk penyakit TB
Paru yang menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar
limfe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat
2.
Program Pemberantasan TB Paru
J
Tujuan Program
Tujuan jangka panjang : memutuskan rantai penularan sehingga
penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia.
Tujuan jangka pendek : a) tercapainya kesembuhan minimal 85%
penderita baru BTA positif yang ditemukan, b) tercapainya cakupan penemuan
penderita secara bertahap hingga mencapai 70% dari semua penderita TB paru, c)
tercapainya resistensi obat tuberkulosis di masyarakat, d) menanggulangi penderita
akibat penyakit TB paru
J
Kebijakan Operasional
Penanggulangan TB paru di Indonesia dilaksanakan dengan
desentralisasi sesuai dengan keijakan Departemen Kesehatan. Penggulangan TB paru dilaksanakan oleh seluruh
unit pelayanan kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit, Pemerintah dan
swasta, BP4 serta praktik dokter swasta, politeknik umum, politeknik perusahaan
dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu.
Peningkatan mutu pelayanan, penanggulangan obat rasional dan
kombinasi obat sesuai dengan strategi DOTS. Target program adalah konversi pada akhir pengobatan tahap intensif
minimal 80%, angka kesembuhan sediaan dahak yang benar (angka kesalahan 5%). Pemeriksaan uji silang (cross check) secara
rutin oleh Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) atau laboratorium rujukan yang
ditunjuk untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu.
Penanggulangan TB paru nasional diberikan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) pada penderita secara Cuma-Cuma dan jaminan ketersediaannya. Pengembangan sistem pemantauan, supervisi dan
evaluasi program untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program. Menggalang kerja sama dan kemitraan dengan
program terkait, sektor pemerintah dan swasta (Depkes, 2009).
J
Strategi
Strategi DOTS sesuai rekomendasi WHO, yaitu :
a.
Komitmen politis dari para
pengambil keputusan termasuk dukungan dana.
b.
Diagnosis TB paru dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopik
c.
Pengobatan dengan panduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
d.
Kesinambungan persediaan OAT
jangka pendek dengan mutu terjamin.
e.
Pencatatan dan palaporan secara
baku untuk memudahakan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB paru (WHO, 2012)
2.
Pengobatan Penyakit TB Paru
J
Tatalaksanaan Pengobatan TB Paru
Pengobatan diberikan dalam dua tahap, yaitu :
- Tahap Intensif (awal dimana pasien mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah kekebalan atau resistensi terhadap semua OAT (Obat Anti Tuberkulosis), terutama Rifampisin. Bila tahap ini diberikan secara tepat pasien menular menjadi tidak menular dalam waktu dua minggu. Sebagian besar TBC Paru BTA Positif (+) menjadi BTA Negatif (-) pada akhir pengobatan ini.
- Tahap lanjutan, pasien mendapat obat dalam jangka waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah kekambuhan. Tujuan dari pengobatan pasien TB paru adalah penyembuhan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan resiko penularan . Menyembuhkan pasien dengan gangguan semininal mungkin dalam hidupnya, mencegah kematian pada pasien, meencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait, mencegah kekambuhannya penyakit, mencegah kuman menjadi resisten dan melindungi kelurga dan masyarakat penderita terhadap infeksi .
Jenis obat yang digunakan dalam pemberantasan TB paru antara lain : Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Piranizamid, (Z), Streptomycine (S),
dan Etambutol (E) (Depkes, 2008)
J
Program Obat Anti Tuberkulosis
Di Indonesia diterapkan panduan OAT sesuai rekomendasi WHO (World
Health Organization) dan IUAT-LD (International Union Againts Tuberculosis
and Lung Disease) dengan jangka 6 (enam) bulan yaitu :
Jenis obat : Isoniazid (H), Ripampisin ®, Pirazinamid (Z), Etambutol
(E), dan stereptomicin (S).
Tahap Pengobatan
|
Lama Pengobatan
|
H
@
300
mg
|
R
@
450 mg
|
Z
@
1500
mg
|
E
@
250
mg
|
E
@
500
mg
|
S
Inj
(gr)
|
Jumlah obat
|
Kategori 1
Intensif (dosis harian)
|
2 bulan
|
1
|
1
|
3
|
3
|
-
|
-
|
60
|
Tahap lanjutan (3x seminggu)
|
4 bulan
|
2
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
54
|
Kategori 2 Intensif (dosis harian)
|
2 bulan
1 bulan
|
1
1
|
1
1
|
3
3
|
3
3
|
-
-
|
0,75
-
|
60
30
|
Tahap lanjutan (3x seminggu)
|
5 bulan
|
2
|
1
|
-
|
1
|
2
|
-
|
66
|
Kategori 3 Intensif
(dosis harian)
|
2 bulan
|
1
|
1
|
3
|
-
|
-
|
-
|
60
|
Tahap lanjutan (3x seminggu)
|
4 bulan
|
2
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
54
|
Obat TB paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah
dan dosis tepat selama 6-8 bulan semua kuman dapat terbunuh. Dosis tahap
intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya saat
perut kosong dan habis dalam waktu 1 jam. Pada tahap intensif (awal) penderita
mendapat obat setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE) dan diawasi. Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan, penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Obat diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4
bulan (4H3R3) (WHO, 2011).
J
Pencegahan TB Paru
Dalam pencegahan penyakit TB paru dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
- Cara pencegahan penularan penyakit TB adalah:
a.
Mengobati pasien TB Paru BTA
positif, sebagai sumber penularan hingga sembuh, untuk memutuskan rantai
penularan.
b.
Menganjurkan kepada penderita
untuk menutup hidung dan mulut bila batuk dan bersin.
c.
Jika batuk berdahak, agar
dahaknya ditampung dalam pot berisi lisol 5% atau dahaknya ditimbun dengan
tanah.
d.
Tidak membuang dahak di lantai
atau sembarang tempat.
e.
Meningkatkan kondisi perumahan
danlingkungan.
f.
Penderita TB dianjurkan tidak
satu kamar dengan keluarganya, terutama selama 2 bulan pengobatan pertama.
- Upaya untuk mencegah terjadinya penyakit TB:
a.
Meningkatkan gizi.
b.
Memberikan imunisasi BCG pada
bayi.
c.
Memberikan pengobatan
pencegahan pada anak balita yang tidak mempunyai gejala TB tetapi mempunyai
anggota keluarga yang menderita TB Paru BTA positif
J
Hasil Pengobatan
Hasil pengobatan diklasifikasikan antara lain:
a)
Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah
menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow -
up) paling sedikit 2 (dua) berturut-turut hasilnya negatif.
b)
Pengobatan lengkap
Penderita yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap tapi
tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif. Tindak
lanjut : Penderita diberi tahu apabila muncul kembali supaya memeriksakan diri
dengan menikuti prosedur tetap.
c)
Pindah
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu Kabupaten
lain dan kemudian pindah berobat ke Kabupaten ini dan penderita harus membawa surat
pindah / rujukan (TB –09)
d)
Drop Out (DO)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan
berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA Positif
e)
Gagal
Penderita BTA Positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih
dan penderita dengan hasil BTA Negatif Rontgen positif menjadi BTA Positif pada
akhir bulan ke-2 pengobatan
f)
Meninggal
Penderita TB paru yang diketahui meninggal karena sebab apapun (Zulkifli, 2008).
3.
Pengendalian Penderita dan Penentuan Keberhasilan Pengobatan
Pengendalian pengobatan penderita dilaksanakan pada saat kunjungan
penderita ke unit pelayanan kesehatan atau dengan kunjungan ke rumah penderita yang
dilakukan oleh petugas kesehatan maupun petugas pengawas menelan obat (PMO).
DAFTAR
PUSTAKA
ü Achmad.
(2012). Jurnal Tuberkolosis
Indonesia. Jakarta : Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia.
ü Corwin,
E. (2009). Buku saku Patologi Edisi 3.
Jakarta : EGC.
ü Darmanto.
(2009). Respirologi ( Respiratory
Medicine ). Jakarta : EGC.
ü Depkes RI. (2008). Buku Petunjuk Praktis Bagi Petugas dan Pelaksana
Penanggulangan TBC di Unit Pelayanan Kesehatan. Jakarta. Depkes.
ü Muttaqin,
A. (2010), Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.
ü Parwati, Tuti, (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
ü World Health Organization (WHO) .(2011). The Global Plan To Stop TB
2011–2015. Switzerland.
ü .(2012). Electronic recording and
reporting for tuberculosis care and control. Switzerland.
ü .(2012). Global Tubercolosis Report 2012. Switzerland
ü .(2012). WHO policy on
collaborative TB/HIV activities. Switzerland.
ü Zulkifli , A dan Asril Bahar, (2008). Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jakarta: UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar